Kamis, 18 Maret 2010

SOSIOLOGI POLITIK

Pengertian Umum Budaya Politik
Budaya politik merupakan sistem nilai dan keyakinan yang dimiliki bersama oleh masyarakat. Namun, setiap unsur masyarakat berbeda pula budaya politiknya, seperti antara masyarakat umum dengan para elitenya. Dengan kata lain, bagaimana distribusi pola-pola orientasi khusus menuju tujuan politik diantara masyarakat bangsa itu. Lebih jauh mereka menyatakan, bahwa warga negara senantiasa mengidentifikasikan diri mereka dengan simbol-simbol dan lembaga kenegaraan berdasarkan orientasi yang mereka miliki. Dengan orientasi itu pula mereka menilai serta mempertanyakan tempat dan peranan mereka di dalam sistem politik.
Berikut ini adalah beberapa pengertian budaya politik yang dapat dijadikan sebagai pedoman untuk lebih memahami secara teoritis sebagai berikut :
a. Budaya politik adalah aspek politik dari nilai-nilai yang terdiri atas pengetahuan, adat istiadat, tahayul, dan mitos. Kesemuanya dikenal dan diakui oleh sebagian besar masyarakat. Budaya politik tersebut memberikan rasional untuk menolak atau menerima nilai-nilai dan norma lain.
b. Budaya politik dapat dilihat dari aspek doktrin dan aspek generiknya. Yang pertama menekankan pada isi atau materi, seperti sosialisme, demokrasi, atau nasionalisme. Yang kedua (aspek generik) menganalisis bentuk, peranan, dan ciri-ciri budaya politik, seperti militan, utopis, terbuka, atau tertutup.
c. Hakikat dan ciri budaya politik yang menyangkut masalah nilai-nilai adalah prinsip dasar yang melandasi suatu pandangan hidup yang berhubungan dengan masalah tujuan.
d. Bentuk budaya politik menyangkut sikap dan norma, yaitu sikap terbuka dan tertutup, tingkat militansi seseorang terhadap orang lain dalam pergaulan masyarakat. Pola kepemimpinan (konformitas atau mendorong inisiatif kebebasan), sikap terhadap mobilitas (mempertahankan status quo atau men-dorong mobilitas), prioritas kebijakan (menekankan ekonomi atau politik).
Dengan pengertian budaya politik di atas, nampaknya membawa kita pada suatu pemahaman konsep yang memadukan dua tingkat orientasi politik, yaitu sistem dan individu. Dengan orientasi yang bersifat individual ini, tidaklah berarti bahwa dalam memandang sistem politiknya kita menganggap masyarakat akan cenderung bergerak ke arah individualisme. Jauh dari anggapan yang demikian, pandangan ini melihat aspek individu dalam orientasi politik hanya sebagai pengakuan akan adanya fenomena dalam masyarakat secara keseluruhan tidak dapat melepaskan diri dari orientasi individual.
TIPE-TIPE BUDAYA POLITIK

1. Berdasarkan Sikap Yang Ditunjukkan
Pada negara yang memiliki sistem ekonomi dan teknologi yang kompleks, menuntut kerja sama yang luas untuk memper¬padukan modal dan keterampilan. Jiwa kerja sama dapat diukur dari sikap orang terhadap orang lain. Pada kondisi ini budaya politik memiliki kecenderungan sikap ”militan” atau sifat ”tolerasi”.
a. Budaya Politik Militan
Budaya politik dimana perbedaan tidak dipandang sebagai usaha mencari alternatif yang terbaik, tetapi dipandang sebagai usaha jahat dan menantang. Bila terjadi kriris, maka yang dicari adalah kambing hitamnya, bukan disebabkan oleh peraturan yang salah, dan masalah yang mempribadi selalu sensitif dan membakar emosi.
b. Budaya Politik Toleransi
Budaya politik dimana pemikiran berpusat pada masalah atau ide yang harus dinilai, berusaha mencari konsensus yang wajar yang mana selalu membuka pintu untuk bekerja sama. Sikap netral atau kritis terhadap ide orang, tetapi bukan curiga terhadap orang.
Jika pernyataan umum dari pimpinan masyarakat bernada sangat militan, maka hal itu dapat men¬ciptakan ketegangan dan menumbuhkan konflik. Kesemuanya itu menutup jalan bagi pertumbuhan kerja sama. Pernyataan dengan jiwa tolerasi hampir selalu mengundang kerja sama. Berdasarkan sikap terhadap tradisi dan perubahan. Budaya Politik terbagi atas :
a. Budaya Politik Yang memiliki Sikap Mental Absolut
Budaya politik yang mempunyai sikap mental yang absolut memiliki nilai-nilai dan kepercayaan yang. dianggap selalu sempurna dan tak dapat diubah lagi. Usaha yang diperlukan adalah intensifikasi dari kepercayaan, bukan kebaikan. Pola pikir demikian hanya memberikan perhatian pada apa yang selaras dengan mentalnya dan menolak atau menyerang hal-hal yang baru atau yang berlainan (bertentangan). Budaya politik yang bernada absolut bisa tumbuh dari tradisi, jarang bersifat kritis terhadap tradisi, malah hanya berusaha memelihara kemurnian tradisi. Maka, tradisi selalu dipertahankan dengan segala kebaikan dan keburukan. Kesetiaan yang absolut terhadap tradisi tidak memungkinkan pertumbuhan unsur baru.
b. Budaya Politik Yang memiliki Sikap Mental Akomodatif
Struktur mental yang bersifat akomodatif biasanya terbuka dan sedia menerima apa saja yang dianggap berharga. Ia dapat melepaskan ikatan tradisi, kritis terhadap diri sendiri, dan bersedia menilai kembali tradisi berdasarkan perkembangan masa kini.
Tipe absolut dari budaya politik sering menganggap perubahan sebagai suatu yang membahayakan. Tiap perkembangan baru dianggap sebagai suatu tantangan yang berbahaya yang harus dikendalikan. Perubahan dianggap sebagai penyim¬pangan. Tipe akomodatif dari budaya politik melihat perubahan hanya sebagai salah satu masalah untuk dipikirkan. Perubahan mendorong usaha perbaikan dan pemecahan yang lebih sempurna
Kondisi masyarakat dalam budaya politik partisipan mengerti bahwa mereka berstatus warga negara dan memberikan perhatian terhadap sistem politik. Mereka memiliki kebanggaan terhadap sistem politik dan memiliki kemauan untuk mendiskusikan hal tersebut. Mereka memiliki keyakinan bahwa mereka dapat mempengaruhi pengambilan kebijakan publik dalam beberapa tingkatan dan memiliki kemauan untuk mengorganisasikan diri dalam kelompok-kelompok protes bila terdapat praktik-praktik pemerintahan yang tidak fair.
Budaya politik partisipan merupakan lahan yang ideal bagi tumbuh suburnya demokrasi. Hal ini dikarenakan terjadinya harmonisasi hubungan warga negara dengan pemerintah, yang ditunjukan oleh tingkat kompetensi politik, yaitu menyelesaikan sesuatu hal secara politik, dan tingkat efficacy atau keberdayaan, karena mereka merasa memiliki setidaknya kekuatan politik yang ditunjukan oleh warga negara. Oleh karena itu mereka merasa perlu untuk terlibat dalam proses pemilu dan mempercayai perlunya keterlibatan dalam politik. Selain itu warga negara berperan sebagai individu yang aktif dalam masyarakat secara sukarela, karena adanya saling percaya (trust) antar warga negara. Oleh karena itu dalam konteks politik, tipe budaya ini merupakan kondisi ideal bagi masyarakat secara politik.
Budaya Politik subyek lebih rendah satu derajat dari budaya politikpartisipan. Masyarakat dalam tipe budaya ini tetap memiliki pemahaman yang sama sebagai warga negara dan memiliki perhatian terhadap sistem politik, tetapi keterlibatan mereka dalam cara yang lebih pasif. Mereka tetap mengikuti berita-berita politik, tetapi tidak bangga terhadap sistem politik negaranya dan perasaan komitmen emosionalnya kecil terhadap negara. Mereka akan merasa tidak nyaman bila membicarakan masalah-masalah politik.
Demokrasi sulit untuk berkembang dalam masyarakat dengan budaya politik subyek, karena masing-masing warga negaranya tidak aktif. Perasaan berpengaruh terhadap proses politik muncul bila mereka telah melakukan kontak dengan pejabat lokal. Selain itu mereka juga memiliki kompetensi politik dan keberdayaan politik yang rendah, sehingga sangat sukar untuk mengharapkan artisipasi politik yang tinggi, agar terciptanya mekanisme kontrol terhadap berjalannya sistem politik.
Budaya Politik parokial merupakan tipe budaya politik yang paling rendah, yang didalamnya masyarakat bahkan tidak merasakan bahwa mereka adalah warga negara dari suatu negara, mereka lebih mengidentifikasikan dirinya pada perasaan lokalitas. Tidak terdapat kebanggaan terhadap sistem politik tersebut. Mereka tidak memiliki perhatian terhadap apa yang terjadi dalam sistem politik, pengetahuannya sedikit tentang sistem politik, dan jarang membicarakan masalah-masalah politik.
Budaya politik ini juga mengindikasikan bahwa masyarakatnya tidak memiliki minat maupun kemampuan untuk berpartisipasi dalam politik. Perasaan kompetensi politik dan keberdayaan politik otomatis tidak muncul, ketika berhadapan dengan institusi-institusi politik. Oleh karena itu terdapat kesulitan untuk mencoba membangun demokrasi dalam budaya politik parokial, hanya bisa bila terdapat institusi-institusi dan perasaan kewarganegaraan baru. Budaya politik ini bisa dtemukan dalam masyarakat suku-suku di negara-negara belum maju, seperti di Afrika, Asia, dan Amerika Latin.

Senin, 15 Maret 2010

SOSIOLOGI POLITIK DALAM MASYARAKAT

Proses sosialisasi membuat seorang individu berkembang menjadi suatu pribadi atau makhluk sosial yang tahu berprilaku di tengah-tengah masyarakat.

Media atau agen sosialisasi :
- Keluarga (kinship)
- Teman pergaulan
- Lembaga pendidikan formal (sekolah)
- Media massa
- Agen-agen lain

Bentuk sosialisasi :
- Sosialisasi Primer : merupakan proses sosialisasi yang terjadi pada saat anak masih kecil sekitar usia 0 sampai 4 tahun.
- Sosialisasi Sekunder : merupakan proses sosialisasi yang terjadi setelah sosialisasi primer dan berlangsung sampai akhir hayatnya.

Tahap Sosialisasi :
- Tahap persiapan (Preparatory Stage)
- Tahap meniru (Play Stage)
- Tahap siap bertindak (Game Stage)
- Tahap penerimaan norma kolektif (Generalized Stage)

Sosialisasi akan membentuk kepribadian dipengaruhi oleh Faktor Pembentuk Lainnya dan Dasar Perkembangan.

Faktor Pembentuk kepribadian :
- Kebudayaan
- Warisan biologis
- Pengalaman kelompok dan individu
- Lingkungan fisik

Dasar Perkembangan kepribadian :
- Sifat dasar
- Lingkungan prenatal
- Perbedaan perorangan
- Lingkungan
- Motivasi
Hubungan Antara Sosialisasi Dengan Pembentukan Kepribadian

Sosialisasi adalah sebuah proses mempelajari dan menghayati norma serta perilaku yang selaras dengan peran peran sosial yang berlaku dalam suatu masyarakat.
Kepribadian adalah keseluruhan perilaku dari seorang individu dengan system kecenderungan tertentu yang berinteraksi dengan serangkaian situasi.
Jadi, pada saat terjadi sosialisasi saat itu pula sejalan dengan proses pembentukan kepribadian

Sosialisasi adalah suatu proses sosial yang terjadi bila seseorang individu menghayati dan melaksanakan norma-norma kelompok tempat ia hidup sehingga akan merasa menjadi bagian dari kelompoknya tadi. Kepribadian adalah abstraksi dari pola perilaku manusia secara individual. Jadi, kepribadian merupakan ciri-ciri atau watak yang khas dari seorang individu sehingga memberikan identitas yang khas bagi individu yang bersangkutan.
Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa kepribadian merupakan abstraksi atau pengorganisasian dari sikap-sikap seorang individu untuk berprilaku dalam rangka berhubungan dengan orang lain (berinteraksi sosial) atau menanggapi suatu hal yang terjadi dalam lingkungan masyarakatnya. Dengan kata lain, pola prilaku yang merupakan perwujudan dari kepribadian seorang individu akan disesuaikan dengan sistem nilai dan norma yang berlaku dalam kehidupan sosial budaya masyarakatnya.
Akan tetapi nilai dan norma dalam kehidupan masyarakat akan sulit terwujud jika tidak disosialisasikan kepada seluruh anggota masyarakat. Dibutuhkan proses belajar atau sosialisasi untuk mencapai kesesuaian antara kepribadian dan nilai atau norma tersebut. Dengan demikian, kepribadian dapat menjadi acuan (blue print) bermasyarakat yang disebut kebudayaan. Sebaliknya sifat kebudayaan yang dinamis akan memerlukan sosialisasi agar sesuai dengan kepribadian masyarakat saling keterkaitan antara kehidupan tersebut berlangsung terus dalam lingkaran kehidupan .

B. Pembentukan Kepribadian Sebagai Hasil Sosialisas

Setiap individu dalam masyarakat adalah pribadi yang unik, tetapi karena mereka memperoleh tipe-tipe sosialisasi yang sangat mirip, baik yang berasal dari rumah maupun sekolah, akan banyak ciri kepribadian yang hampir serupa. Seseorang akan mencari pola perilaku atau sikap dan nilai-nilai yang ditekankan oleh kebudayaannya sebagai hal yang penting untuk mencapai kebiasaan dan prestasi pribadi.
Kepribadian merupakan gabungan utuh dari sikap, sifat, emosi, nilai yang memengaruhi seseorang agar berbuat sesuai dengan tata cara yang diharapkan. Kepribadian merupakan gabungan keseluruhan sifat-sifat yang tampak dan yang dapat dilihat seseorang. Dari pengertian tersebut terlihat bahwa kepribadian tidak hanya terlihat dari ciri-ciri fisik, seperti rambutnya keriting atau kulitnya yang hitam saja, tetapi juga ciri lainnya, seperti kebiasaan dan sikapnya.
Kepribadian terbentuk, hidup, dan berubah sejalan dengan proses sosialisasi.

C. Penerapan Pengetahuan Sosiologi di Masyarakat

Sosiologi adalah suatu kajian tentang masyarakat dan hubungannya dengan lingkungan di mana masyarakat bertempat tinggal. Kajian tersebut memberikan pengetahuan bagi siapa saja yang mempelajari. Pengetahuan sosiologi memberikan manfaat dan dapat diaplikasikan (diterapkan) dalam kehidupan sehari-hari untuk menunjang keberhasilan seseorang dalam kehidupannya di masyarakat. Pengatahuan sosiologi dapat diterapkan dalam proses sosialisasi yang secara tidak langsung ikut berperan serta dalam pembentukan kepribadian seorang individu. Oleh karena itu, peranan pengetahuan sosiologi dalam proses sosialisasi yang secara tidak langsung ikut membentuk kepribadian seorang individu mempunyai hubungan yang sangat erat, karena ilmu pengetahuan sosiologilah seorang individu dapat dibentuk kepribadiannya sedemikian rupa hingga menjadi seorang individu yang berprilaku sebagaimana di kalangan masyarakat tempat tinggalnya.

D. Penerapan Pengetahuan Sosiologi Tentang Proses Sosialisasi dan Pembentukan Kepribadian

Pengetahuan sosiologi tentang proses sosialisasi dan pembentukan kepribadian membantu seseorang untuk memahami bagaimana ia harus bersosialisasi dalam masyarakat agar mempunyai kepribadian yang baik.
Contoh : seorang ibu akan mendidik anaknya dengan sebaik-baiknya, tidak melakukan kekerasan fisik atau emosional memberikan teladan yang baik, menumbuhkan sikap tolong-menolong, dan sikap saling menghargai sesama manusia.
Sosiologi adalah ilmu pengetahuan yang meberikan pemecahan atas berbagai masalah dengan pendekatan kemasyarakatan. Sosiologi sangat berkaitan erat dalam pembentukan kepribadian seseorang. Pengetahuan sosiologi dapat diterapkan di dalam masyarakat untuk membantu dalam pembentukan kepribadian seseorang agar perilakunya sesuai dengan norma-norma yang dianut oleh masyarakat setempat. Pengetahuan sosiologi dapat membantu dalam proses sosialisasi, maksudnya adalah apabila pengetahuan sosiologi yang dianut oleh suatu masyarakat itu salah, maka akan menyebabkan proses sosialisasi itu akan membentuk kepribadian seseorang pun mengikuti masyarakat sekitarnya yang memang sudah menganut suatu pengetahuan sosiologi yang salah.