Jumat, 21 Mei 2010

UPAYA MENURUNKAN TINGKAT INFLASI BUKAN SEMATA URUSAN MONETER

Pemerintah terus berusaha menurunkan tingkat inflasi sampai dengan target Pelita VI sebesar 5%. Namun upaya tersebut tidak semata-mata dilakukan dengan kebijaksanaan moneter, apalagi dengan menurunkan tingkat suku bunga perbankan, tetapi harus dilakukan secara bersama dengan kebijaksanaan fiscal dan kebijaksanaan di sector rill. Upaya menurunkan tingkat inflasi dengan cara menurunkan tingkat suku bunga secara mendadak justru berbahaya bagi stabilitas makro ekonomi Indonesia.

Menurunkan inflasi merupakan salah satu dari kebijaksanaan moneter untuk menghadapi era globalisasi. Kecuali masalah inflasi, pemerintah juga berusaha menurunkan defisit transaksi berjalan pada tingkat yang aman, meningkatkan tabungan nasional, mendorong pemasukan modal asing ( PMA ) dan modal jangka panjang, mengurangi pasokan modal jangak pendek, dan memperkuat pengembangan financial, terutama industri perbankan.

Walaupun inflasi menunjukkan penurunan, tahun 1993 sebesar 9,77%, 1994 ( 9,24% ), 1995 ( 8,64% ) dan 1996 ( diperkirakan 7% ), namun pemerintah akan terus berusaha untuk menurunkannya. Kebijaksanaan moneter telah berkali-kali diluncurkan, khususnya meningkatkan giro wajib minimum ( GWM ) dari 2% menjadi 3% ( 1996 ), kemudian diteruskan menjadi 5% ( 1997 ). Sampai September ini, GMW 8%. GMW bertujuan meningkatkan efesiensi industri perbankan dalam menyalurkan dananya kepada sector yang produktif.

Sejalan dengan GMW, menurunkan modal perbankan ( CAR ) juga harus ditingkatkan mencapai 9% ( 1997 ), 10 % ( 1999 ) dan 12% ( 2001 ). Dengan meningkatnya CAR industri perbankan ini, maka kinerja perbankan akan membaik sekaligus menurunkan laju pertumbuhan kredit. Selain itu BI juga akan aktif dalam melakukan operasi pasar tarbuka melalui perdagangan SBI dan SPBU untuk menarik kelebihan likuiditas pada industri perbankan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar